Kamis, 18 Juni 2020

Belajar Online dari Rumah

Setelah saya memaparkan tulisan yang berjudul Kekerasan Terhadap Siswa, untuk melihatnya anda dapat klik disini. Nah, kali ini saya akan memaparkan tulisan yang sedang menjadi perbincangan akhir-akhir ini, apakah itu,yuk silahkan dibaca.

Sejak akhir tahun lalu seluruh umat manusia mengalami masa kehidupan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Seluruh dunia menghadapi sebuah penyakit menular, yang dinamakan COVID-19. COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Virus baru dan penyakit ini pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember akhir tahun 2019. COVID-19 ini sekarang menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia. Gejala-gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam disertai batuk kering, dan rasa lelah. Gejala lainnya yang lebih jarang dan mungkin dialami beberapa pasien meliputi rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, sakit kepala, sakit tenggorokan, diare, kehilangan indera rasa atau penciuman, ruam pada kulit, atau perubahan warna jari tangan atau kaki. Gejala-gejala tersebut biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap.

Adanya penyakit dan proses penyebarannya yang sangat cepat memutuskan seluruh dunia memberlakukan stay at home. Istilah stay at home adalah ajakan atau anjuran kepada semua individu agar melakukan semua kegiatan dari rumah. Semua kegiatan itu seperti melakukan semuanya di rumah, bekerja dari rumah serta belajar dari rumah. Di Indonesia sendiri menerapkan kebijakan tersebut dimulai dari awal Maret dengan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah. Salah satu penerapannya dalam bidang pendidikan adalah anak-anak belajar dari rumah secara daring. Belajar daring atau online adalah sistem pembelajaran yang dilakukan dari rumah oleh para murid yang dipantau oleh para guru mereka. Segala proses pembelajaran dilakukan via online dari rumah masing-masing. Sistem belajar ini yang diberlakukan sejak Maret hingga Juni 2020 saat ini menuai reaksi berbeda dari banyak kalangan seperti para guru maupun orangtua murid. Tak sedikit yang menganggap kurang efektifnya proses belajar dengan metode seperti ini, apalagi anak-anak cenderung lebih banyak bermain ketimbang belajar di rumah. Apa sebenarnya manfaat belajar online dari rumah serta bagaimana dampat negatif yang ditimbulkannya? Berikut penjelasannya.

Berikut kelebihan dari sistem belajar online:
  1. Belajar menjadi lebih efisien
Saat belajar online dari rumah, efisiensi dari segi apa pun bisa didapat. Pertama dari segi pakaian, anak-anak tentu tidak membutuhkan seragam. Transportasi juga tidak diperlukan karena cukup belajar dari rumah tanpa pergi ke sekolah. Pengeluaran berupa uang jajan dan biaya tak terduga seperti membeli buku dan alat tulis juga tidak dialami karena semua dikerjakan di rumah. Begitupun tugas-tugas menumpuk. Meski belajar di rumah para pelajar tidak bisa hidup tenang, karena harus menghadapi tugas-tugas yang diberikan oleh guru mereka. Kedua hemat waktu, tempat dan uang karena dalam pembelajaran online, murid dapat belajar di mana saja seperti dalam ruangan, maupun di luar ruangan (teras rumah). Hal ini memudahkan murid untuk mengerjakan tugas sembari mengerjakan pekerjaan rumah. Ketiga, para murid tidak perlu datang ke sekolah dan mengeluarkan biaya transportasi serta uang jajan yang dikeluarkan tiap hari. Mereka cukup duduk diam di rumah, sudah bisa melakukan kegiatan belajar. Hal ini tentunya menghemat pengeluaran, apalagi bagi mereka yang rumahnya cukup jauh dari sekolah.

2. Melatih Kepercayaan Diri

Belajar online secara tidak langsung bisa meningkatkan kepercayaan diri anak sebab tak sedikit anak yang merasa takut dan malu untuk menyampaikan pendapat di kelas. Salah satunya karena banyak murid yang memperhatikan mereka berbicara. Namun, dengan kelas online, sikap gugup bisa perlahan hilang karena dilatih dengan diskusi tanpa tatap muka.

Adapun kekurangan yang ditemukan dari belajar online di rumah, seperti :

1. Menghabiskan Banyak Data Internet/kuota

Hal yang paling penting dipersiapkan dari sistem belajar menggunakan metode ini adalah ketersedian data internet/kuota.

2. Materi Pembelajaran Sulit di Dapat

Nah, kesulitan ini dirasakan oleh para pendidik karena mereka harus mencari terlebih dahulu lalu mengumpulkannya sebelum mengarahkan anak-anak murid. Berbeda halnya saat belajar di sekolah, para guru hanya cukup mengeluarkan buku paket atau lembar kerja murid (LKS) yang telahr tersedia di sekolah.

3. Kurang Disiplin

Kurang disiplin pasti dialami oleh para murid saat belajar online dari rumah karena salah satu manfaat belajar di sekolah adalah melatih kedisiplinan anak. Dimulai dari pagi hari, anak-anak sudah harus bangun, mandi dan sarapan pagi lalu ke sekolah. Saat di sekolah, mereka belajar dengan penuh peraturan yang jelas, mengenakan seragam serta sepatu (berbusana rapi), istirahat mereka juga jelas karena sesaat pulang dari sekolah di siang hari mereka dapat istirahat sebelum sore tiba.

Begitulah penjelasan saya tentang kelebihan dan kelemahan belajar online dari rumah bagi anak-anak yang dapat menjadi referensi anda semua. Anda dapat melihat artikel lain yang terkait seperti Child Grooming (Predator Anak Susupi Game Online), klik disini.

Catatan :

Jika Anda akan mengambil tulisan ini, jangan lupa tulis sumbernya yah! Karena hak cipta penulis harus dihargai dan dilestarikan.

Sumber gambar :
https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/kelas-pintar-kenalkan-sahabat-belajar-online-yuk-cari-tahu-4134

Senin, 29 Juli 2019

Child Grooming (Predator Anak Susupi Game Online)


Child Grooming adalah salah satu istilah kejahatan dalam bentuk pelecehan seksual terhadap anak dalam menggunakan gadged. Siapa yang tidak mengenal gadged, di era milineal seperti ini penggunaan gadged tidak memandang usia manusia. Mulai dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa dapat memilikinya dengan mudah. Berbagai fitur hadir demi memanjakan para penggunanya, termasuk anak-anak. Sebagian menganggap kehadiran gadged untuk mengakses internet dapat memberikan unsur positif bagi anak-anak mereka sekalipun segelintir orang berpikir sebaliknya.

Alasan bagi para pro-internet dikalangan anak-anak menganggap bahwa perkembangan informasi baru berbasis internet memudahkkan semua orang berkomunikasi, berbagi, berpartisipasi dan membentuk sebuah jaringan secara online yang menguntungkan bagi anak-anak mereka. Bagi mereka, anak-anak hanya perlu menggeser jari di layar gadget lalu mengakses internet, apalagi mereka merasa aman jika anak-anaknya bermain tanpa keluar rumah, termasuk belajar online (sekarang sudah tersedia jasa bimbingan kursus online).

Sekalipun dampak negatif yang ditimbulkannya juga cukup serius, terutama yang kontra-internet untuk anak-anak menganggap sekurang-kurangnya terdapat dua masalah yang ditimbulkan dari kecanduan internet yang berhasil saya telusuri dalam banyak kasus yang saya temukan dari penelitian saya sejak tahun lalu (2018) termasuk dampak negatif yang ditimbulkan oleh kecanduan online seperti timbulnya gangguan psikologis seperti sifat emosional (tidak terkontrol) dan gangguan kesehatan (psikis) (kalian dapat baca hasil penelitian saya di jurnal Walasuji, Jurnal Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan edisi 2 tahun 2019).

Jika beberapa tahun terakhir anak-anak dimanjakan dengan tontonan berbagai hiburan di youtube, dalam dua tahun terakhir mereka sudah mulai gemar mengakses game online. Berbagai game online menjadi asupan bermain bagi anak-anak, mulai dari anak usia dini hingga anak remaja. Semakin kesini, arus perkembangan kehadiran game-game berbasis internet ini pun berjamuran, mulai dari mobile legend hingga PUBG.

Nah, yang menyita perhatian saya akhir-akhir ini adalah kasus para predator anak di jejaring sosial. Salah satunya yang sedang tranding topic adalah fenomena child Grooming. Jika kita mengingat fenomena-fenomena serupa sebelumnya seperti kehadiaran komunitas gay felodelfia di kalangan anak-anak remaja, lalu ada komunitas lesbian di jejaring sosial. Sekarang ini yang menjadi perhatian serius dikalangan para IT ziber adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak.

Dilansir di news.detik.com (29/7/19) Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Iwan Kurniawan berdasarkan penyelidikan mengatakan bahwa pertama-tama korban membuat akun di game onlie, aplikasi game online tersebut bernama 'Hago' yang memungkinkan para pemainnya dapat bertukar nomor telepon seluler (ponsel). Setelah mengantongi nomor ponsel korbannya, pelaku menghubunginya dan mengajak berkomunikasi via video call. Disaat menggunakan video call ini si pelaku mengajak para korbannya untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada tindakan asusila dengan mengajak melakukan hubungan seks menggunakan WhatsApp Call. Menurut penuturan sang pelaku, pelaku sempat memberitahu atau mengajak korban untuk sampai membuka pakaian, tunjukkan kemaluan, dan juga ngajak korban masturbasi. Ketika berkomunikasi dengan video call tersebut, pelaku merekamnya. Rekaman itulah yang digunakan pelaku untuk memeras korban kembali melakukan perbuatan yang sama.

Miris juga yah, sedih melihat para predator anak mulai menjaring dunia online terutama game online (tempat bermain anak). Menurut saya tentu hal ini lebih berbahaya dari yang sebelumnya seperti tersebarnya konten pornografi dan konten kekerasan, seperti kehadiran komunitas gay anak velodelfia yang juga menjadi tranding topic kala itu. Jika konten-konten tersebut dapat disanksikan/di tonton maka kasus ini lebih berbahaya karena sampai mempraktekkannya secara online dengan pelaku atau lawan bicaranya secara langsung (Live).

Peran Orangtua


Maka dari itulah saya menghimbau para pendidik terutama para orangtua agar dapat melakukan pengawasan kepada anak-anaknya. Dalam hal ini, perlu adanya edukasi kepada para anak-anak dalam bentuk literasi digital begitupun para orangtua juga harus di edukasi dalam bentuk literasi digital. Caranya dengan adanya kontrol yang serius terhadap anak-anak mereka saat menggunakan gadget dengan melarang mereka menyebarkan akun identitas kepada pengguna lain serta memahamkan anak-anak untuk tidak mudah terpengaruh dengan orang asing (pengguna internet) saat mengakses internet.

(Kalian dapat melihat juga Kesalahan Orangtua Terhadap Sekolah)

Jika orangtua menganggap anak-anak mereka sudah cukup aman bermain di rumah menggunakan gadget dengan mengakses internet, maka menyaksikan kasus child Grooming ini membuat saya beranggapan bahwa dunia bermain anak-anak dengan berselancar di dunia maya belum tentu seaman yang dipikirkan. Tetap terus ada pengawasan, ada control yang kontinyu serta yang pasti selalu mendampingi mereka saat dan dalam kondisi apapun. Luangkan waktu yang bermanfaat untuk mereka, termasuk bagi para orangtua yang disibukkan kerja di luar rumah. Dunia anak kita adalah dunia bermain, tugas orangtua tidak melarang/membatasi mereka bermain tetapi senantiasa mendampingi dan membantu mereka dalam bermain.

Demikianlah tulisan saya kali ini yah bunda, kalian dapat membaca artikel saya yang lain seperti Kekerasan Terhadap Siswa yang dapat kalian lihat disini.

Catatan :
Jika Anda akan mengambil tulisan ini, jangan lupa tulis sumbernya yah! Karena hak cipta penulis harus dihargai dan dilestarikan.
Sumber Gambar : https://www.thestar.com.my

Selasa, 12 Juli 2016

Hari Raya Idul Fitri Sebagai Pendidikan MoralAnak

Halo bunda, kurang lebih hampir dua bulan lamanya ya baru sempat nulis lagi nih. Bulan Ramadhan telah meninggalkan kita, idul fitri kemarin tak boleh disia-siakan begitu saja ya bun. Jika kita berfikir lebih jelih lagi maka kita dapat mengambil pengalaman menarik seputar kehidupan anak-anak kita di hari lebaran. Setelah saya telah memaparkan mengenai Kekerasan Terhadap Siswa yang dapat anda lihat disini. Nah pada kesempatan ini saya akan menyajikan tulisan yang tidak kalah pentingnya loh, bagaimana para bunda dapat memanfaatkan momentum idul fitri sebagai pendidikan moral anak-anak kita. Selamat membaca.

Sebagai orangtua tentu menjadi tanggung jawab yang sangat berat dalam mendidik seroang anak. Kadang kala mereka harus menyesuaikan dengan karakter sang anak, ada yang memang membutuhkan perhatian yang lebih ekstra, ada juga yang tidak perlu mengeluarkan kekuatan yang berlebihan. Mungkin cukup saja dengan memberikaan contoh dari tiap pendidikan yang diberikan, misalnya pengalaman sang ibu atau ayah yang dijadikan contoh nyata. Kenapa pengalaman orangtua karena lebih dapat mengembalikan memori anak apalagi hal yang telah terjadi dalam kehidupan nyata. Mereka dapat lebih mengingat dengan mudah dan akan dapat tersimpan dengan baik.

Sebagai orangtua yang memiliki tanggung jawab yang besar, tak terkecuali di hari raya idul fitri menjadi moment yang juga penting loh dalam melatih moral anak-anak kita. Saat berkumpul bersama keluarga di rumah, atau menempuh perjalanan mudik, tentu rasa bahagia mendominasi. Kita seolah mendapat kesempatan mengenal kembali anak kita, belajar hal-hal baru yang sehari-hari kadang terlewatkan. Ada yang membingungkan, ada pula yang menyebalkan. Banyak juga yang mengharukan dan membanggakan.

Kata “Mohon maaf lahir batin” sering sekali diucapakan dan sudah menjadi kalimat umum yang wajib diucapkan tiap kali lebaran. Tak terkecuali menjadi bagian dari pendidikan anak-anak tiap hari raya ini datang. Sebenarnya kalimat ini adalah kalimat biasa yang berjumlah empat suku kata, namun jika jelih melihat dan memikirkan, kita dapat menjadikannya sebagai sebuah ajakan untuk benar-benar meminta maaf. Kita dapat memahamkan kepada anak-anak kita bahwa kata maaf disini tidak hanya sekedar ucapan saja, melainkan juga berniat agar tidak melakuka prilaku buruk atau negatif lagi di hari lain.

Selain itu, setelah mengucapkan kalimat tersebut biasanya (bahkan sudah menjadi kebiasaaan kita) menyalim tangan orang yang lebih tua dari kita. Dengan menggunakan tangan kanan, sambil menciumnya atau menyentuh jidat kita. Sebenarnya kebiasaaan ini sangat penting kepada sang anak, sebagai simbol dari sikap menghormati orang yang lebih tua atau dewasa dari kita. Saya sering melihat banyak orantua yang melatih anak-anak mereka sejak kecil tiap ingin berangkat keluar dari rumah atau sebagai tanda perpisahan bias any mereka mencium tangan kangan orang yang lebih tua seperti orangtua, kakak, nenek dan kakek dan sebagainya. Selajutnya mereka diberikan sejumlah uang sebagai hadiah, atau berupa benda.

Sebenarnya ada sebagian orangtua menganggap bahwa memberikan hadiah kepada seorang anak-anak mereka setiap setelah melakukan sesuatu yang diperintahkan tidaklah baik untuk psikologi anak-anak mereka. Namun, ada juga sebagian orangtua menganggap hal tersebut juga baik dengan alasan melatih anak untuk lebih belajar mandiri dengan berusaha untuk mendapatkan sebuah imbalan dari usaha yang telah dilakukannya. Dalam momentum idul fitri kebiasaaan memberi hadiah, baik dalam bentuk uang ataupun sebuah main yang telah janjikan kepada sang anak sebagai hadiah karena telah berpuasa selama sebulan penuh misalnya, atau hal lain yang telah mereka lakukan. Biasanya juga ketika banyak keluarga datang dari luar kota tidak sedikit yang membagikan THR atau sering orang sebut sebagai Tunjangan Hari Raya kepada sanak saudara atau keluarga di hari lebaran.

Sebenarnya kebiasaaan ini menurut saya sangat penting juga, penting kepada anak-anak. Ada nilai saling berbagi di dalamnya, nilai yang menunjukkan pentingnya saling berbagi rezeki yang telah diberikan oleh Allah Swt. Untuk lebih efesien menurut hemat saya adalah saat momentum pemberian hadiah disini dapat dimanfaatkan oleh bunda untuk memberikan pendidikan minimal sebagai berikut; pahamkan ke anak-anak bahwa setelah kita bekerja keras maka kita dapat merasakan hasil jerih payah setelah bekerja keras, memberi dengan berbagi sebagian harta yang dianugerahkan kepada kita kepada sebagian anak yatim (dan orang-orang yang membutuhkan) adalah sesuatu sikap moral yang baik dalam menumbuhkan empati sang anak, mengajarkan anak agar dapat menjalin silaturahmi dengan bersosialisasi kepada keluarga dan kerabat, dan masih banyak lagi yang dapat kita ajarkan tergantung kratifitas bunda masing-masing.

Demikianlah tulisan saya kali ini anda dapat juga melihat artikel lain seperti Pendidikan Moral Anak Indonesia dengan klik disini atau artikel-artikel lain yang terkait. Nantikan tulisan-tulisan saya selanjutnya yang bun, akan ada hal menarik lainnya yang dapat kita pelajari dari tiap pengalaman kita sehari-hari loh. See you next time bun, sekian dan terima kasih.








Jumat, 01 April 2016

Kekerasan Terhadap Siswa

Setelah saya memeparkan tulisan yang berjudul Masalah Pendidikan di Indonesia Part 2, untuk melihatnya anda dapat klik disini. Kali ini saya akan memaparkan tulisan yang berjudul Kekerasan Terhadap Siswa yang sangat sering terjadi. Kekerasan ini sangat berdampak buruk atau negative bagi tumbuh kembang sang anak. Sekolah adalah tempat menimbah ilmu, media pentransferan ilmu setelah lingkungan keluarga. Banyak orangtua berharap dengan menyekolahkan anak mereka, maka anak mereka dapat berperilaku baik yang orangtua harapkan. Lebih jelasnya, berikut penjelasannya.

Kekerasan terhadap siswa menurut saya disebabkan masih banyaknya pendidik yang belum memahami hakekat mendidik. Yang sangat memprihatinkan rasa rasa adalah kepribadian pendidik belum mencerminkan seorang pendidik. Ini penting, mengingat karakter guru berpengaruh terhadap masa depan anak didik. Kata-kata yang diucapkan oleh guru ibarat anak panah yang dilepaskan dari busur dan menancap di hati anak didik. Misalnya kata-kata yang tidak simpatik dari guru menghancurkan semangat belajar para murid. Sebaliknya, kata-kata yang memberikan dorongan semangat akan sangat berharga dalam menumbuhkan motivasi belajar.

Gurulah orangtua bagi anak di sekolah, yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan dan kepribadian anak. Seorang guru harus bisa tenang dan tidak menunjukkan emosi yang menyala,tidak mempunyai prasangka yang buruk kepada peserta didiknya. Mereka juga dapat menyembunyikan perasaannya dari peserta didik dan sebaiknya memandang semua peserta didik sama. Sudah sepatutnya seorang guru mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, bebas, motivator, dan semangat. Selain itu, mereka juga harus konsisten, tidak berubah-ubah pendirian dan jarang melakukan kesalahan. Mereka juga harus pandai, bijaksana dalam memperlakukan siswa dan mampu menjawab pertanyaan siswa serta sanggup memberikan bantuan secara maksimal kepada peserta didik. Jika hal tersebut dapat terlaksana, saya rasa kekerasan terhadap anak di sekolah tidak akan terjadi.

Kekerasan memang adalah hal yang seharusnya tidak terjadi dimanapun dan kapapun itu. Apalagi kekerasan ini menyangkut kekerasan yang dapat menentukan karakter anak didik. Ada hal menarik saya saya jika kita melihat anak-anak di Cina, melalui tulisan dan gambar mereka mengungkapkan bahwa mereka ingin para guru menghormati harga diri siswa, sensitif terhadap kondisi emosi mereka, memberi kebebasan mengekspresikan diri dan bersikap adil pada semua anak apapun latar belakang, gender, kemampuan, dan ciri-ciri individual lainnya. Sebagian besar anak memimpikan guru-guru yang penyayang dan perhatian. Hal ini penting, mengingat di usia anak-anak secara biologi mereka cenderung berkata jujur. Kepolosan mereka berasal dari perkataan yang sebenarnya, tidak dibuat-buat. Kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian. Kekerasan pada anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.

Kekerasan terhadap anak di sekolah sebagai bentuk penganiayaan baik fiisk maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan kasar yang mencelakakan anak dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan/meremehkan anak. Kekerasan terhadap siswa sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga untuk mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas hukum. Hal ini akan mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental.

Kekerasan terhadap siswa dapat berupa kekerasan fisik mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban Kasus physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%). Kekerasan biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbuBlkan luka dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal. Bentuk kekerasan secara eerbal, bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau bahkan dianggap sebagai candaan. Kekerasaan seperti ini biasanya meliputi hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri. Selain itu mereka juga menda[atkan kekerasan secara mental dan Pelecehan Seksual.

Sangat disayangkan sekali, miris rasanya saya melihat berbagai bentuk kekerasan anak baik di sekolah maupun di lingkup keluarganya di rumah. Saya menghimbau kepada para orangtua harus waspada terhadap lingkungan bermain anak-anak mereka. Tidak hanya itu mereka juga harus selalu memantau perkembangan anak mereka di lingkungan sekolah, mengingat banyaknya kekerasan terhadap siswa.

Anda dapat melihat artikel lain yang terkait seperti Peran Keluarga Dalam Pendidikan, anda dapat melihatnya disini. Atau artikel lain seperti Pendidikan Moral Anak Indonesia, klik disini.

Catatan :
Jika Anda akan mengambil tulisan ini, jangan lupa tulis sumbernya yah! Karena hak cipta penulis harus dihargai dan dilestarikan.

Kamis, 17 Maret 2016

Masalah Pendidikan di Indonesia Part 2


Sebelumnya saya telah memapaparkan Beberapa Permasalahan Pendidikan di Indonesia, bisa anda baca di sini. Kali ini pembahasan yang akan saya paparkan masih seputar masalah pendidikan di Indonesia, karena sesungguhnya permasalah pendidikan sangat banyak dan dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Saya sendiri lebih cenderung untuk melihat permasalahan ini dari sudut pandang sosial budaya.

Pembangunan pendidikan yang kita rasakan hingga saat ini tentu sudah sangat baik, dibandingkan dengan dulu saat sebelum merdeka. Bangsa kita Indonesia sudah mengalami banyak perubahan baik secara mental maupun sarana, media dan intfratruktur. Tetapi tentu jika kita membandingkannya dengan negara-negara Se-ASEAN, yang kita saksikan masih ketinggallan jauh oleh mereka. Oleh karena itu, upaya yang efetif menurut hemat saya adalah perlunya penanganan yang lebih serius lagi terhadapa dunia pendidikan kita di Indoensia. Pertama-tama dimulai dari upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah internal pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut.

Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek. Selain itu, endahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan. Rendahnya juga efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.

Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat. Berbagai masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.

Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron dengan pembanguanan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.

Untuk itu diharapkan agar pendidikan di Indonesia dapat mencitakan mutu yang berkualitas. Melahirkan generasi-generasi hebat yang dapat menciptkan inovasi-inovasi yang dapat meningkatkan kualitas sistem pendidikan kita. 

Referensi : https://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/

Jumat, 04 Maret 2016

Pendidikan Moral Anak Indonesia


Setelah saya menyajikan artikel tentang bagaimana peran keluarga dalam pendidikan, kalian dapat melihatnya di peran keluarga dalam pendidikan. Kali ini saya akan membahas tentang bagaimana pendidikan moral anak Indonesia.

Miris jika melihat kehancuran mental generasi kita sampai saat ini.. Maraknya angka freesex atau seks bebas di kalangan remaja, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang, seringnya terjadi bentrokan antar warga, antar pelajar, mahasiswa dengan aparat, dan lainnya yang biasanya didasari hal-hal sepele. Semakin banyaknya juga kasus korupsi yang terungkap ke permukaan menunjukan degradasi moral tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa, sampai pada para pejabat yang seharusnya menjadi pengayom dan teladan bagi warganya. Saya merasa sangat sedih karena tidak bisa melakukan apapun untuk menhadapi situasi ini. Apakah generasi kita diambang kehancur ataukah kita belum mampu memberikan pendidikan moral dengan baik kepada anak-anak kita.

Salah satu cara menurut hemat saya adalah melalui pemberian sejak dini akan arti pentingnya pendidikan moral, perbaikan sosial dan kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan bagi generasi Indonesia. Harapan dari pendidikan karakter yang berbasis moral ini dapat terciptanya keseimbangan antara pengetahuan dan moral anak-anak. Tugas dalam membentuk model pendidikan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga tetapi pihak lembaga sekolah formal seperti sekolah, lingkungan bermain anak sampai pada pemerintah bersangkutan. Salah satu wujud pendidikan moral dapat kita terapkan melalui pentransferan nilai-nilai budaya sejak dini adalah salah satu cara yang cukup efektif meningat masa-masa keemasan seorang anak dimulai sejak usia 0-8 tahun. Nilai-nilai budaya ini seperti saling memaafkan, tidak sombong, bertanggung jawab, tolong menolong, tenggang rasa, toleransi, rendah hati, pemaaf, dan sebagainya. Diharapkan tertanamnya nilai-nilai budaya tersbeut didiri tiap anak, terbentuk karakter yang baik, yang berlaku dan disepakati masyarakat kita. 

Kalau seorang anak mampu bersikap baik, ditunjang dengan lingkungan yang baik yakin dan percaya anak itu akan menjadi orang baik. Nah untuk lingkungan yang baik adalah tugas kita bersama. Mengingat arus telekomunikasi sangat besar peranannya dalam mempengaruhi pola pikir anak-anak sekarang ini. Setiap anak sudah dengan mudah dan cepat mengakses banyak informasi, tak terkecuali informasi negatif. Diusia yang masih kecil, seorang anak belum dapat membedakan mengenai informasi yang unsurnya berbau positif maupun negatif. Mereka hanya dapat melihat, mendengar dan menyaksikan hal-hal yang sebenarnya menyimpang dari norma dan adat istiadat budaya kita. Sebut saja seperti mudahnya mengakses video atau hal-hal yang berunsur pornografi dapat diakses dengan mudah, cepat dan dimana saja. Akses kriminalitas yang terjadi dimanapun dan kapapun saja mereka dapat melihatnya. Berbagai adegan prilaku yang tidak senonoh misalnya juga dapat diakses dengan cepat seperti kasus perselingkuhan , pembunuhan dan pecurian. Hal ini dapat tertanam dan tidak sedikit yang menjadi ajang percontohan bagi mereka. Perhatian pendidikan moral terhadap anak sepatutnya harus diberdayakan sedini mungkin.

Sebenarnya tugas yang paling penting dan utama berasal dari peran keluarga yang telah saya paparkan pada artikel sebelumnya. Anda dapat mengaksesnya di peran keluarga dalam pendidikan. Bahkan ada yang bilang “kalau ingin tahu kepribadian seseorang maka yang paling mirip kepribadiannya adalah orangtuanya”. Selain faktor biologis (gen) yang diwariskan kepada mereka yang berpengaruh terhadap sikap dan kepribadiananya, berbagai nilai-nilai kepribadian yang diajarkan sejak kecil juga diperoleh pertama kali dari orangtua. Contoh, seorang anak dalam masyarakat Bugis diajarkan nilai kesopanan dalam berperilaku dengan berjalan tidak menlangkahi orang yang lebih tua dan menaruh tangan kanannya dibawah sambil berjalan, mereka harus mengatakan tabe’ yang artinya permisi. Perilaku ini terdengar simple tapi sudah dilakukan sejak dulu kala (turun-temurun). Selain itu, ada kata yang diucapkan sebagai bentuk kesopanan menandakan setuju yaitu kata iye’. Kedua kata ini telah ditransferkan oleh nenek-moyang terdahulu sebagai warisan yang tidak bisa ditinggalkan dan menjadi bagian dari hidup mereka. Bahkan jika mereka melanggarnya, maka mendapatkan sanksi sosial seperti menganggap orang itu tidak sopan, mereka dianggap sudah meninggalkan adat istiadat.

Minggu, 28 Februari 2016

Peran Keluarga Dalam Pendidikan



Setelah saya membahas tentang karakteristik anak usia dini yang dapat anda baca di karakteristik anak usia dini. Berikut saya akan membahas tentang peran keluarga dalam pendidikan. Selain perlindungan, kasih sayang, kecupan, pelukan, keluarga juga memiliki kewajiban dalam pendidikan. Keluarga inti terdiri dari seorang ayah, ibu, kakak dan adik sedangkan keluarga luas sudah mencakup sepupu satu kali, sepupu dua kali, tante, paman, nenek, kakek dan sebagainya. Tiap keluarga memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda, tergantung kesepakatan mereka. Tujuan ini dapat teraih jika seluruh anggota keluarganya mampu bekerjasama dengan baik. Selain kewajiban seorang ayah dan ibu dalam sebuah keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka. Keluarga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan hidup bersama (system sosial), peran keluarga dalam pendidikan adalah membentuk anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan. Sumbangan keluarga bagi pendidikan anak berupa sebagai berikut :

  1. Melatih anak menguasai cara-cara mengurus diri, seperti cara makan, berbicara, berjalan, berdoa dan yang lainnya. Hal ini berkaitan erat dengan perkembangan diri anak sebagai seorang pribadi.
  2. Sikap orang tua kepada anak sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak, sayang atau acuh tak acuh, sabar atau terburu-buru, melindungi atau membiarkan anak, secara langsung memberikan pengaruh kepada anak dalam hal reaksi emosional anak.


Keluarga sebagai wadah kehidupan individu mempunyai peran penting dalam membina dan mengembangkan individu yang bernaung di dalamnya. Selain itu, keluarga sebagai tempat proses sosialisasi paling dini bagi tiap anggotanya untuk menuju pergaulan masyarakat yang lebih kompleks dan lebih luas. Kebutuhan fisik seperti kasih sayang dan pendidikan dari anggota-anggota keluarganya sangat penting mengingat pendidikan yang pertama berasal dari keluarga. sehingga peran keluarga dalam pendidikan adalah hal yang tidak disepelekan, bahkan menjadi slaah satu bagian dari tujuan hidup sebuah keluarga.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan. Berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima sebagai peran keluarga dalam pendidikan inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.
Hal ini berarti keluarga memiliki tanggung jawab kepada anak dalam hal pendidikan.Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan di bina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain :
  1. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini alami untuk dilaksanakan.
  2. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
  3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain.
  4. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Sebagai tujuan akhir hidup manusia.

Sebagai fungsi pendidikan, dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan ekonomi di masyarakat. Sekarangpun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak. itulah kenapa peran keluarga dalam pendidikan sangat penting dalam tumbuh kembang sang anak.  Selain itu keluarga/orang tua menurut hasil penelitian psikologi berfungsi sebagai faktor pemberi pengaruh utama bagi motivasi belajar anak yang pengaruhnya begitu mendalam pada setiap langkah perkembangan anak
yang dapat bertahan hingga ke perguruan tinggi.

Tugas utama keluarga bagi pendidikan anak ialah peletak dasar bagi pendidikan, namun perlu didasari oleh teori pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya keluarga juga harus memahami masalah atau hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana mendidik anak sesuai dengan perkembangan anak. Bila hal ini dapat dilakukan oleh setiap orang tua, maka generasi mendatang telah mempunyai kekuatan mental menghadapi perubahan dalam masyarakat. Untuk berbuat demikian, tentu saja orang tua perlu meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Di samping itu keluarga dalam mendidik tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak, namun harus memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih, dengan tetap mendampingi agar anak tidak salah dalam memilih. demikianlah pembahasan peran keluarga dalam pendidikan yang bisa saya sampaikan, terima kasih sudah membacanya.