Jumat, 26 Februari 2016

Beberapa Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Kualitas pendidikan di Indonesia tergolong masih rendah, peningkatannya juga masih tergolong sangat lemah jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kualitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Itulah kenapa permasalahan pendidikan di Indonesia tergolong sebagai masalah serius yang harus dipecahkan.

Permasalahan pendidikan di Indonesia karena karena kualitas para pendidik kita masih tergolong lemah. Para pendidik di Indonesia kurang memahami mekanisme ajar-mengajar yang sesungguhnya. Metode yang mereka terapkan cenderung tidak memahamkan para didiknya, melainkan lebih memaksakan memikirkan sesuatu dengan cara dipaksa. Seharusnya para anak didik dipahamkan bagaimana cara mereka berfikir atau proses berfikir bukan dipaksakan untuk memikirkan sesuatu. Apalagi sebenarnya metode mengajar yang baik jika mampu membiarkan anak didik berimajinasi dengan yang ada disekitarnya. Mengasah otak mereka dengan terbiasa memikirkan hal-hal yang membantunya terus berfikir menemukan solusi bukan mengarahkan gaya berfikir anak.

Selain itu, lemahnya juga sistem kurikulum kita yang dari tahun ke tahun tidak pernah berubah sejak dahulu kala. Standarisasi kurikulum yang berlaku tidak melihat kebutuhan anak yang sesungguhnya. Kurikulum yang diberlakukan hanya semata berasal dari rumusan para penguasa pendidikan kita, jauh dari yang dibutuhkan oleh anak didik. Sehingga banyak lulusan anak didik tidak berkualitas, tidak mampu menciptakan inovasi-inovasi yang produktif bagi bangsa ini.

Terdapat tiga permasalahan pendidikan di Indonesia jika kita dapat melihatnya dengan jelih. Apa sajakah itu? Pertama adalah kurang seimbangnya antara proses berfikir (kognitif) dan berprilaku dalam metode mengajar (afektif). Unsur integrasi dalam dunia pendidikan di Indonesia cenderung semakin hilang, yang terjadi justru besifat disintegrasi. Padahal belajar tidak selalu terus berfikir karena disaat seseorang belajar mereka juga melakukan pengamatan, membandingkan , menyukai, meragukan dan sebagainya. Hal ini sering dihubungkan dengan istilah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederatan instruksi pendidik kepada anak yang dididik. Apalagi dengan istilah yang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai”. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Sehingga permasalahan pendidikan di Indonesia nampak memandang manusia sama seperti bahan-bahan pendukung indutri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

Kedua yang menjadi permasalahan pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan yang bersifat top-down (dari atas ke bawah. Sistem pendidikan ini membantasi para peserta didik (murid) karena mereka dianggap sebagai manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Hanya seorang pendidik/guru yang menguasai banyak hal sehingga tugas guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Katakanlah seorang guru tugasnya sebagai pengisi dan seorang murid sebagai yang diisi. ) Kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank, maka dalam sistem pendidikan di Indonesia murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru. Dengan kata lain hubungan pendidik dan murid sama hal dengan pendidik/guru sebagai subyek seangkan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak adil bagi murid karena sangat menindas mereka. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
Beberapa Permasalahan Pendidikan Indonesia

Permasalahan pendidikan di Indonesia yang ketiga adalah manusia yang dihasilkan hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan pendidikan di Indonesia, pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan, melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita.

Demikian pembahasan ini, anda dapat membaca artikel tentang masalah pendidikan di Indonesia Part 2, silahkan klik di sini untuk membacanya.
 
Postingan ini bersumber dari hasil diskusi dan Makalah yang diposting di https://van88.wordpress.com/makalah-permasalahan-pendidikan-di-indonesia/ (diakses 27 Februari 2016)
Sumber gambar: informasi-sosial.blogspot.com

Artikel Terkait

Beberapa Permasalahan Pendidikan di Indonesia
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email